Selasa, 28 Oktober 2014

Sifat Jujur Dalam Kehidupan




APA ITU JUJUR?
Kejujuran adalah perhiasan orang berbudi mulia dan orang yang berilmu. Oleh sebab itu, sifat jujur sangat dianjurkan untuk dimiliki setiap umat Rasulullah saw.
Orang yang mempunyai sifat jujur akan dikagumi dan dihormati banyak orang. Karena orang yang jujur selalu dipercaya orang untuk mengerjakan suatu yang penting. Hal ini disebabkan orang yang memberi kepercayaan tersebut akan merasa aman dan tenang.

Jujur adalah sikap yang tidak mudah untuk dilakukan jika hati tidak benar-benar bersih. Namun sayangnya sifat yang luhur ini belakangan sangat jarang kita temui, kejujuran sekarang ini menjadi barang langka. Saat ini kita membutuhkan teladan yang jujur, teladan yang bisa diberi amanah umat dan menjalankan amanah yang diberikan dengan jujur dan sebaik-baiknya. Dan teladan yang paling baik, yang patut dicontoh kejujurannya adalah manusia paling utama yaitu Rasulullah saw. Kejujuran adalah perhiasan Rasulullah saw. dan orang-orang yang berilmu

AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG JUJUR
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (Qs. At-Taubah 119).

 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 70-71)

“Hendaklah kamu selalu berbuat jujur, sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan, dan kebajikan membimbing ke arah surga. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan hindarilah perbuatan dusta. Sebab dusta membimbing ke arah kejelekan. Dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh-sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

MACAM-MACAM JUJUR
kejujuran terbagi menjadi 5 macam, yaitu:
1.      Shidq Al-Qalbi (jujur dalam berniat). Hati adalah poros anggota badan. Hati adalah barometer kehidupan. Hati adalah sumber dari seluruh gerak langkah manusia. Jika hatinya bersih, maka seluruh perilakunya akan mendatangkan manfaat. Tapi jika hatinya keruh, maka seluruh perilakunya akan mendatangkan bencana. Rasulullah Saw. bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh. Dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu (hati).” (H.R. Bukhari).Itulah hati dan kejujuran yang tertanam dalam hati akan membuahkan ketentraman, sebagaimana firman-Nya, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (Q.S. Ar-Ra’d [13]: 28)
2.      Shidq Al-Hadits (jujur saat berucap). Jujur saat berkata adalah harga yang begitu mahal untuk mencapai kepercayaan orang lain. Orang yang dalam hidupnya selalu berkata jujur, maka dirinya akan dipercaya seumur hidup. Tetapi sebaliknya, jika sekali dusta, maka tak akan ada orang yang percaya padanya. Orang yang selalu berkata jujur, bukan hanya akan dihormati oleh manusia, tetapi juga akan dihormati oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya,
 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 70-71)
Hidup dalam naungan kejujuran akan terasa nikmat dibandingkan hidup penuh dengan dusta. Rasulullah Saw. bahkan mengkatagorikan munafik kepada orang-orang yang selalu berkata dusta, sebagaimana sabdanya, “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; bila berucap dusta, kala berjanji ingkar dan saat dipercaya khianat.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

3.      Shidq Al-’Amal (jujur kala berbuat). Amal adalah hal terpenting untuk meraih posisi yang paling mulia di surga. Oleh karena itu, kita harus selalu mengikhlaskan setiap amal yang kita lakukan. Dalam berdakwah pun, kita harus menyesuaikan antara ungkapan yang kita sampaikan kepada umat dengan amal yang kita perbuat. Jangan sampai yang kita sampaikan kepada umat tidak sesuai dengan amal yang kita lakukan sebab Allah Swt. sangat membenci orang-orang yang banyak berbicara tetapi sedikit beramal. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (Q.S. Ash-Shaff [61]: 2-3)
Jadi, yang harus kita lakukan adalah banyak bicara dan juga beramal agar kita bisa meraih kenikmatan surga.

4.      Shidq Al-Wa’d (jujur bila berjanji). Janji membuat diri kita selalu berharap. Janji yang benar membuat kita bahagia. Janji palsu membuat kita selalu was-was. Maka janganlah memperbanyak janji (namun tidak ditepati) karena Allah Swt. sangat membenci orang-orang yang selalu mengingkari janji sebagaimana dalam firman-Nya, [Image: 16_91.png]
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (Q.S. An-Nahl [16]: 91)
 “…Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al-Israa [17]: 34)

5.      Shidq Al-Haal (jujur dalam kenyataan). Orang mukmin hidupnya selalu berada di atas kenyataan. Dia tidak akan menampilkan sesuatu yang bukan dirinya. Dia tidak pernah memaksa orang lain untuk masuk ke dalam jiwanya. Dengan kata lain, seorang mukmin tidak hidup berada di bawah bayang-bayang orang lain. Artinya, kita harus hidup sesuai dengan keadaan diri kita sendiri. Dengan bahasa yang sederhana, Rasulullah Saw. mengingatkan kita dengan ungkapan, “Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu.” (H.R. Muslim).

KEBALIKAN SIFAT JUJUR?
Lawan dari jujur adalah bohong (kizzib), yaitu orang yang berbicara tidak sesuai dengan apa yang sesungguhnya apa yang ada dihatinya.[1][11] Dia mengatakan A, tetapi di hatinya sesungguhnya B. Sifat bohong membawa bencana bagi pribadi dan masyarakat.
Dalam islam dijelaskan tanda-tanda pembohong yaitu : Hadis Nabi mengatakan :

”Abu Hurairah r.a, berkata : Nabi saw bersabda : Tanda seorang munafiq itu tiga : Jika berkata-kata berdusta. Jika berjanji menyalahi janji. Dan jika diamanati berkhianat”.

Dari Hadis di atas menunjukkan ada tiga tanda orang munafiq, apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji dia ingkar dan apabila diberi amanah dia khianat. Dari ketiga hal tersebut semuanya memerlukan kejujuran, dalam artian, apabila berkata: harus dikatakan yang sejujurnya, apa yang kita lihat dan rasa, harus dikatakan dengan yang terlihat dan yang dirasakan tersebut tanpa menguranginya sedikitpun. Kemudian apabila berjanji, harus melaksanakan apa yang telah dijanjikan, tanpa mengingkarinya sedikitpun. Kemudian apabila diserahi amanah, harus jujur melaksanakan amanah itu, dengan melaksanakan sepenuhnya.
Ketiga hal tersebut apabila terlaksana maka terhindarlah dari sebutan orang munafiq dan sebaliknya melaksanakan sifat jujur, akan dicatat disisi Allah sebagai seorang yang jujur, dan apabila berbuat bohong maka dicatat disisi Allah sebagai  seorang  pembohong.
Hadis rasul mengatakan:

”Tinggalkanlah yang engkau ragukan kepada apa yang tidak engkau ragukan. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada ketenangan dan dusta itu menimbulkan keragu-raguan”.

Dalam masyarakat yang sudah merajalela dusta dan kecurangan maka akibatnya akan kacau dan kalut. Kecurangan dalam administrasi umpamanya hanya akan mempercepat kehancuran masyarakat itu sendiri. Satu-satunya jalan untuk mencegahnya, ialah dengan mengembalikan keadaan itu kepada prinsip-prinsip kebenaran. Dalam bidang ekonomi umpamanya, sukatan dan timbangan dikurangi. Manipulasi dalam jual beli dan lain-lain, menjadi sumber dan terbukanya pintu-pintu korupsi, semuanya itu menimbulkan bencana dan kerusakan.
Orang yang melakukan perbuatan dusta adalah orang yang lemah imannya, karena orang tidak berimanlah orang yang tidak dapat melaksanakan perbuatan jujur. Jika ada iman di dalam hati, maka selalu terasa akan diawasi oleh Allah SWT dimanapun ia berada dan apapun yang diperbuatnya. Oleh karena apabila ia hendak melakukan perbuatan dusta maka ia merasa dilihat oleh Allah.

BOHONG BOLEH?
Ada hadis Nabi yang menjelaskan tentang kebolehan berbohong sebagaimana sabdanya:
حديث ام كلثوم بنت عقبة, انها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ليس الكذاب الذى يصلح بين الناس. فيمنى خيرا, او يقول خيرا.
“Ummi Kalsum binti Uqbah telah mendengar Rasulullah SAW. bersabda: Bukan pendusta seorang yang mendamaikan (memperbaiki) sengketa sesama orang, lalu berkata baik atau mengusahakan kebaikan”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar